Langsung ke konten utama

Rasa Yang Tertinggal

Pagi ini sekolahku masih sepi. Embun pagi masih setia mebasahi daun-daun di halaman sekolah. Ku melangkahkan kaki menuju kelas berbekal tekat bulat untuk mencari ilmu. Ku berjalan sendiri menyusuri lorong-lorong kelas yang juga masih sepi. Memang kelasku letaknya paling pojok, sehingga aku harus berjalan cukup jauh untuk mencapainya. Di tengah perjalanan ku bertemu seorang gadis manis. Sepertinya aku pernah bertemu dengannya? Dia adalah Nani, gadis manis yang pagi itu masih mengenakan jaket berwarna pink, duduk di depan kelasnya X-3. Aku mengetahui namanya ketika dulu waktu MOS, aku sempat membaca di co-cardnya tertulis “Nani Aleina” benar-benar nama yang indah . Tapi aku yakin dia belum mengenalku. Sehingga waktu kita berpapasan tadi aku hanya melempar senyum padanya, dan diapun membalasnya dengan senyuman yang sangat manis pula.
            Tak terasa bel tanda jam pelajaran pertama di bunyikan. Seluruh siswa masuk ke kelas masing-masing, tak terkecuali aku. Segera ku bergegas masuk ke dalam kelas kesayanganku X-10. Di dalam kelas sudah sangat ramai oleh teman-temanku, ada yang ngobrol, bermain leptop, hingga mengerjakan pr yang belum sempat mereka kerjakan. Biasanya aku juga ikut mengerjakan pr di sekolah, namun karena kemarin malam aku baru mood belajar sehingga semua pr untuk hari ini sudah ku selesaikan.
            Jam pelajaran pertama pun dimulai, Pak Ahmad guru sosiologi kami masuk kelas dengan menenteng leptop ‘acer’ kesayangannya. Hari ini beliau  menjelaskan pada kami tentang ‘sosialisai’. Meskipun beliau menerangkan dengan sangat bersemangat bak pahlawan kemerdekaan, namun ku tetap tak bisa konsentrasi. Pikiranku masih terlempar dan melayang pada kejadian tadi pagi. Kala ku menyapanya, terpancar sebuah ke cantikan dari hati yang tulus. Ku masih tak dapat melupakan ke manisan wajahnya. Namun tiba-tiba “Brak..”, Pak Ahmad menggedor mejaku dengan keras. Gebrakannya pun membuyarkan semua  lamunanku. “Hei Doni, ngapain kamu bengong. Ini pelajaran sosiolagi tidak butuh  imajinasi! Sekarang bapak tanya apa yang dimaksud sosialisasi menurut pendapat Aguste Comte?”, tanya Pak Ahmad yang mebuatku bingung. Aku coba tuk berpikir, namun jawabanku tetaplah nihil. Teman-teman ku pun sontak menertawakanku. Aku hanya tersenyum malu. Pelajaran pun dilanjutkan. Dan “teng.. teng.. teng..”, bel tanda pelajaran kedua dibunyikan. Saatnya ganti pelajaran, berikutnya adalah Matematika. Di sela-sela pergantian jam pelajaran itu Jaka sahabatku sejak SD  menghampiriku. “Hei Don, cewek yang ketemu ma kamu tadi itu siapa? Kayaknya kamu kenal?”, tanya Jaka. “Oh.. tadi itu cewek yang sering aku ceritakan ke kamu. Namanya Nani. Kok kamu tau, kalau aku ketemu sama dia?”, kataku balik bertanya. “Tadi soalnya aku nggak sengaja ngikutin kamu sejak di tempat parkir. Terus habis itu aku mampir dulu di X-5.”, jawab Jaka. Maklum Jaka belum tau mana cewek yang aku sukai, ya karena selama ini dia hanya aku ceritakan saja, belum aku beritahu mana orangnya. Di sela-sela obrolan kita tiba-tiba Pak Rahmat guru Matematika kita sudah masuk kelas. Kali ini beliau mengajarkan tentang Trigonometri, pelajaran yang aku harap tidak akan aku temui. Setelah menahan kebosananku dalam dua jam pelajaran, akhirnya penderitaan ku pun berakhir. Jam istirahat pun dimulai.
            Teman-teman kelasku segera berhamburan keluar, ada yang ke kantin, ke koperasi siswa, ke kamar mandi, bahkan ada yang sibuk melaksanakan tugas subsienya. Aku dan Jaka segera ke kantin karena disana kami sudah berjanji pada Rony untuk menraktirnya makan soto, sebab dua hari yang lalu kami berdua kalah taruhan bermain ‘PES’. Begitu memasuki kantin suasana gaduhpun terasa. Namun kegaduhan itu agak ‘terobati’ dengan kebersihan yang asri dari kantin ini, memang sekolahku adalah juara lomba kebersihan tingkat Provinsi. Kami berdua berjalan mencari Rony, dan ternyata ia telah mengambil posisi tempat duduk di paling pojok dekat kolam ikan, yang itu merupakan tempat favorit teman-teman kelasku untuk nongkrong. Segera ku menghampirinya dan ia memberikan isyarat padaku untuk memesan satu mangkuk soto untuknya. Aku pun memesan satu mangkuk nasi soto untuknya, dan dua piring nasi sayur untuk ku dan Jaka. Rupanya tempat yang biasa aku memesan makanan sangat ramai, sehingga aku harus mengantri bagaikan antri beras. Ternyata bukan aku saja yang mengantri, aku melihat seorang yang aku kenal, dan aku kagumi, ya siapa lagi kalau bukan Nani. Sepertinya dia juga akan membeli sesuatu, karena dia juga ikut mengular di belakangku. Sebenarnya aku tau ini kesempatan yang baik untukku mengajak berkenalan dengannya. Namun nyaliku belum cukup, karena ku tahu dia bersama teman-temannya. Setelah aku mendapatkan pesananku, segera kubawa ke meja tempat Rony, Jaka, dan Ari duduk menungguku. Setelah aku duduk Jaka berbisik padaku, “Don, ini kesempatan bagus untuk kenalan ma dia. Ayolah berani nggak kamu. Kalau kamu berani bakalan aku bayari deh makananmu.”. “Wah kayaknya Jaka nantangin aku nih.”, batinku dalam hati. Jujur saja aku mau benget bisa mengenalnya lebih jauh. Tapi aku juga nggak berani melakukannya sekarang, karena aku akan sangat malu jika nanti aku mengajaknya kenalan namun dia malah mengacuhkanku. Aku masih menimbang-nimbang. Setelah menimbang cukup lama dan berbekal tekad dan keberanian yang aku paksakan akhirnya aku coba untuk berangkat menemuinya. Agaknya aku cukup beruntung sebab waktu aku menghampirinya teman-temannya pamit untuk ke kamar mandi, sehingga kursi-kursi di sekitarnya kosong. Dia sendiri di meja itu. “Hai, boleh kenalan nggak?”, ajakku berkenalan. “Boleh, emang namamu siapa?”, tanyanya dengan lembut. “Aku Doni Sanjaya, anak X-10.”, jawabku agak gugup. “Oh. Doni, kalau aku Nani Aleina, aku kenal nama itu, kamu yang jadi ketua mudanya OSIS itu ya?”, sambungnya. Dari caranya bicara sepertinya dia orang yang ramah. Luar biasa ‘perfect’ sudah manis, lembut, ramah lagi. “I..iya.. kok kamu tau?  Kalau kamu ikut subsie apa?”, jawabku dengan lebih gugup lagi. Aku berusaha untuk tetap menutupi kegugupanku. Aku melihat taman-temanku yang sendari tadi tertawa cekikikan, sambil mengacungkan jempol padaku. “Aku sih ikut KIR. Oh maaf ya aku sudah ditunggu teman-temanku di kelas. Senang berkenalan denganmu.”. Dia pun pergi meninggalkanku. Namun aku sudah lega sekaligus puas dapat berkenalan dengannya. Aku kembali ke meja dimana teman-teman ku duduk sambil menertawakanku. Bel tanda masuk kelas pun terdengar. Kini aku sudah dapat berkonsentrasi kembali, karena perasaan ku sudah lega dapat berkenalan dengannya.
            Pelajaran berganti pelajaran berikutnya. Dan tak terasa pelajaran untuk hari ini sudah usai. Waktu pulang pun tiba. Seperti biasa aku berjalan menuju tempat parkir bersama Jaka. Sebelum mencapai motor seorang temanku Adin berlari mengejarku. Dia memberiku sesuatu yang selama ini ku cari. Ya.. sebuah nomor telpon dengan tulisan, “Nani A. 081393121537”. “Ini nomer yang selama ini kamu cari kan? Nih untuk kamu, barusan aku dapet dari temanku yang juga ikut KIR.”, kata Adin. Adin lantas pergi kembali ke ruang OSIS untuk menyelesaikan rencana ‘proker’ yang belum dia selesaikan.
**
            Seminggu telah berlalu. Aku merasa semakin dekat dengannya. Setiap bertemu pasti kita saling menyapa, dan hampir setiap malam kita selalu ‘sms-an’, ya sekedar menanyakan kabar atau sms basa-basi lainnya. Dan selama itu pula aku merasa dia juga memiliki rasa yang sama padaku.
            Senin itu aku sudah janji dengan Nani bakalan ketemuan di halaman sekolah. Suasana masih sepi. Seperti biasa setelah memarkir sepeda motorku, Aku berjalan menuju kelas. Saat di dalam kelas Nani meng-sms-ku untuk segera ke halaman. Segera ku taruh tas, dan pergi ke halaman. Di sana Nani sudah menunggu sendiri dengan jaket warna pinknya. “Hai, gimana kabarmu pagi ini?”,sapaku. “Baik kok, kamu sendiri gimana?”. “Aku juga baik. Eh, gimana besok kita jadi ketemuan di taman kota nggak?”, tanyaku tentang rencana ketemuan kita. “Ya, jadi donk, masa di batalkan.”, jawabnya. “Wah, kesempatan baik nih.”, batinku. Sepertinya besok adalah hari yang istimewa, atau minimal sebagai hari ‘jadian’ dengannya.
            Besoknya, seperti yang sudah dijanjikan. Kita bertemu di taman kota. Aku sudah mempersiapkan semua, mulai dari bunga, kalung ‘love’, hingga coklat. Ketika aku datang dia sudah menunggu sendiri di kursi taman. Suasana taman kali itu sangat cocok. Langit cerah, pohon-pohon yang rindang melindungi kami dari sengatan sinar matahari, suara kicau burung yang sealing bersautan menambah keindahan suasana. Udara masih sangat segar, ya karena kan masih pagi. Ku berjalan menghampirinya. “Hai Nan, dah nunggu ya?” sapaku. “Eh, hai. Nggak kok, baru aja.”, jawabnya. “Gini Nan, aku mau ngomong ke kamu. Kan kita sudah lama kenalan, dan aku rasa kita juga sudah saling kenal.”, kataku. “Terus ngapain?”, tanyanya sok jual mahal, tapi aku yakin dia pasti sudah tau apa maksudku. “Ya, jadi aku mau ngomong kalau aku itu cinta sama kamu. Jujur dari awal aku lihat kamu aku langsung kagum padamu. Gimana dengan kamu?”, aku berusaha menyatakan cintaku. “Sebenarnya aku juga suka kamu, kamu itu baik, jujur, perhatian dan banyak lagi. Tapi ada satu yang mengganjalku.”, jawabnya. “Emang apa yang mengganjalmu untuk menerima aku?”. “Hei Don, ngapain kamu disini sama Nani?”, tiba-tiba Rony datang. “Maaf Don, dia yang mengganjalku untuk menerima kamu. Karena aku sudah jadi pacarnya. Bahkan hari ini aku dan dia akan merayakan satu tahun kita jadian.”, jawabnya penuh sesal. Aku tak bisa berkata-kata, aku merasa seperti tersambar petir di siang bolong. Aku jadi lemas. “Maafkan aku Don. Selama ini aku nggak bilang ke kamu, kalau Nani itu cewekku. Dan aku harap, kamu bisa menerima ini.”, kata Rony, meminta maaf padaku. Akhirnya aku hanya memberikan semua yang aku bawa untuk Nani, dan berpesan pada Rony untuk menjaga Nani.
            Setelah itu aku merasa bahwa semua rasa yang aku miliki ini takkan sia-sia. Meski aku hanya dapat melihat dia bahagia bersama temanku, aku sudah merasa senang. Meski dia tak milikku tapi aku masih dapat merasakan cintanya. Aku hanya berharap dia akan senang dan nyaman bersama temanku. Dan mungkin inilah sebuah rasa yang tertinggal.

TAMAT.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Drama: Palu Hakim

Naskah Drama          “Palu Hakim” Nama kelompok: 1.              Anggit Surya G              (03/XII IPA 4) 2.              Desy Annisa                   (07/XII IPA 4) 3.              Mardatilla Biyand          (18/XII IPA 4) 4.              Muhammad Faturazzan (20/XII IPA 4) 5.              Nugraheni Tri                (21/XII IPA 4) 6.              Rika handaruni               (25/XII IPA 4) SMAN 3 SURAKARTA 2012/2013 Tokoh cerita 1.     Anggit Surya sebagai Jaksa Gumi 2.     Desy Annisa sebagai Hakim 3.     Mardatilla sebagai Miss Kimmy (keluarga tersangka) 4.     M. Faturazzan sebagai Muhammad Oye (pemuda terdakwa) 5.     Nugraheni sebagai Ani (keluarga korban) 6.     Rika Handaruni sebagai Saksi Palu Hakim Persidangan Jaksa                      : Pada hari sekian bulan sekian tahun 2013, hari sekian bulan sekian, pemuda ini bernama Muhammad Oye, telah menghilangkan nyawa seorang wanita bernama Anu. Atas nama keadilan, sa

Abu Ali Counts his Donkeys

Abu Ali Counts his Donkeys One day Abu Ali went to the fair, and bought nine donkeys. He rode home on one of them the rest of the donkeys followed behind. After a while Abu Ali said to himself, “I must make sure all my donkeys are here.” And he turned round to count them. “One, two, three, four, five, six, seven, eight. Oh! Where’s number nine?” Abu Ali cried He jumped down from his donkey. He looked behind the rocks and behind the trees. But there was no donkey to be seen.

Tugas esai tentang teknologi

Ini adalah hasil yang aku buat untuk memnuhi tugas membuat esai Bahasa Indonesia. Temanya tentang teknologi. Jika ada kekurangan saya minta maaf, dan mohon kritik membangun dari pembaca sekalian. Hacker bagi Keamanan Situs Pemerintah Oleh :Anggit Surya G. XII IA4/03                 Internet sudah menjadi hal yang biasa dijaman sekarang. Internet seperti sudah bukan kebutuhan mewah lagi, tetapi sudah menjadi kebutuhan primer bagi seseorang. Internet tidak hanya dapat diakses oleh orang-orang menengah keatas saja, namun orang-orang menengah kebawahpun sudah dapat mengaksesnya, bahkan gratis. Hal itulah yang memicu perkembangan pesat internet di dunia maya. Dari pendidikan, bisnis, berita, hingga masalah kenegaraan ada di dunia maya. Tidak hanya yang bersifat umum dan terbuka saja, namun hal yang bersifat tertutup dan rahasia dari suatu hal juga banyak yang lalu-lalang di dunia maya. Hal ini lah yang menarik minat para hacker-haker untuk menguak informasi yang rahasia, terutama d